Yang Selayaknya Dibanggakan dari seorang Wanita Masa Kini

By: Ka' Okta^

Dapat dibenarkan sebuah pernyataan anonim zaman sekarang berbeda dengan zaman dahulu, ungkapan ini pun sering terlontar dari lubuk nenek ataupun kakek generasi orde lama. Perbedaan ini dapat dilihat dari berbagai aspek, diantaranya ucapan, fashion atau gaya busana, tata rambut, pergaulan dan masih banyak hal-hal yang dibilang modern. Namun, semua itu bukanlah problem yang mendasar.

Akar permasalahan tersebut adalah tidak di Pergunakannya sebuah Aturan yang mengatur Kehidupan, khususnya kehidupan kaum hawa. Alih-alih mengikuti nasihat orang yang lebih tua, kaum hawa saat ini terjerumus dalam kubangan istilah modernisasi dan globalisasi. Mulai dari tataran akar hingga daun bahkan buah nampak kehidupan kaum hawa berada dalam lingkaran hedonisme
.

Kaum terpelajar, dalam artian usia sekolah, lupa bahwa dirinya adalah generasi terdidik yang diandalkan. Harapan orang tua mendaftarkan mereka ke sekolah-sekolah favorit hingga sekolah berstandar internasional dapat dikatakan nihil, tak menghasilkan apapun. Mengapa? Karena pendidikan yang ditawarkan adalah pendidikan kapitalis berbasis sekuler yang hanya menuntut modal tanpa memperhatikan nilai-nilai moral spiritual. Jebakan kaum kapitalis yang dilindungi undang-undang kependidikan membuat sistem pendidikan memang dirancang untuk mencetak generasi yang berfikiran dangkal.

Generasi yang termakan oleh istilah modernisasi dan globalisasi, generasi yang hanyut akan kesenangan dunia, generasi yang mengejar prestasi duniawi hingga generasi yang sengaja menutup mata dan telinga melihat keterpurukan yang terjadi, yang berhasil dicetak para kaum kapitalis-sekuler. Para pencetak generasi mandul ini sengaja merancang sistem yang jauh dari nilai keagamaan adalah bentuk kesengajaan mereka dalam upaya menghancurkan generasi muslim beraqidah dan bersyakhsiyah Islamiyah (berkepribadian islam).

Tebukti, mayoritas ummat yang tergelincir dalam jurang kenistaan adalah kaum hawa yang seharusnya menjadi muslimah berkepribadian islam. Pengkaburan peran muslimah pun sukses mereka propagandakan, hingga muncul statement “gak gaul, gak asik”, wanitakarier = wanita modern”,yang minim emank lebih enak bahkan kesetaraan gender sedang marak-maraknya mereka lancarkan. Pergaulan tiada batas berhasil dibenakkan kedalam pikiran generasi-generasi yang dihandalkan (kaum pelajar), serba minim lolos diujikan pada kaum hawa, dan ungkapan kaum hawa yang hanya berdiam diri di rumah dianggap tidak mengikuti perkembangan zaman, serta kesetaraan gender yang melawan fitrah kaum hawa dan kaum adam.

Kini, generasi yang dihandalkan bahkan generasi yang menjadi panutan yakni orang tua terlena akan statement-statement penghancur masa depan. Kaum terpelajar buta akan kewajibannya sebagai seorang anak, kaum hawa yang telah menikah lupa akan kewajibannya sebagai seorang istri, orang tua yang seharusnya menjadi tauladan ikut lalai akan kewajibannya mencetak generasi tangguh beraqidah islam, dan yang paling memprihatinkan adalah kaum muslim, khususnya kaum hawa, tidak menganggap kedudukannya sebagai pengemban risalah Islam dalam menegakkan kalimat Allah.

Tugas utama seorang anak adalah berbakti kepada orang tuanya, setelah sebelumnya ia menjalankan perintah Allah dan Rasul-Nya. Birrulwalidain merupakan kewajiban bagi setiap manusia sejak kecil hingga akhir hayatnya, tidak peduli apakah kedua orang tuanya memiliki akidah yang sama dengannya atau berbeda. Yang demikian itu disebabkan jasa kedua orang tua yang tidak mungkin dapat ditebus oleh anaknya, terkecuali jika seorang anak mendapatkan kedua orang tuanya sebagai tawanan (budak), kemudian ia menebusnya dan memerdekakannya.

Kaum hawa, apalagi yang telah memiliki pemahaman sejatinya senantiasa memuliakan orang tuanya, karena memahami bahwa keridhaan Allah menyertai keridhaan orang tua dan sebaliknya. Kesholihan pada diri seorang anak hendaknya dapat dirasakan oleh orang tuanyadengan bertambahnya kebaikan dan kebaktian sehingga menjadi sarana da’wah dalam keluarga. Perhatian dan kasih sayang hendaknya semakin dirasakan oleh orang tua, bukan sebaliknya makin diabaikan. Namun, generasi yang diandalkan kini tertidur dan terbawa arus hedonistik. Pergaulan yang tak kenal batas, kebebasan yang senantiasa dilegalkan, penghalalan sesuatu yang haram dan pengharaman sesuatu yang halal, bahkan pentabuhan sesuatu yang wajib telah berhasil membumi di kalangan generasi muslim. Mereka kini tidak sedikit pun malu taupun risih berbincang, berjalan berdua dengan lawan jenis, berciuman di depan publik, bahkan berhubungan intim pun dianggap hal yang biasa.

Tak ubahnya dengan generasi yang diandalkan, kaum hawa yang telah bertambah kewajibannya sebagai seorang istri pun tenggelam dalam propaganda “wanita karier = wanita modern” atau “gak ngarier,gak ngtrend”. Akibatnya timbul pengaburan peran antara seorang istri dan seorang suami. Seorang istri sejatinya adalah sahabat bagi suaminya. Hal ini berarti seorang istri memiliki pengaruh yang sangat besar pada aktivitas suami. Sosok sahabat dan tokoh-tokoh besar, bahkan Nabi Muhammad SAW pastilah memiliki pendukung yang sangat luar biasa dalam perjuangan dakwah menuju kebangkitan. Namun, banyak kaum hawa yang menyangsikan pekerjaan dalam rumah tangga, apalagi ditengah-tengah semarak isu emansipasi dan persamaan gender yang diserukan musuh-musuh islam. Perasaan minder dan tidak berguna banyak menghinggapi kaum hawa ketika hanya menjadi ibu rumah tangga. Sesungguhnya, menjadi ibu rumah tangga bukanlah pekerjaan sambilan bagi seorang wanita, ia bukan pekerjaan yang remeh dan sepele. Ia justru pekerjaan yang menghajatkan azzam dan kesungguhan dalam mengurusinya. Ia pun membutuhkan keahlian yang bermacam-macam, serta menuntut sensitivitas dan kreativitas.

Urusan rumah tangga inilah yang akan dimintai pertanggungjawaban dihadapan Allah SWT. Karena rumah tangga adalah profesi dan karir kaum hawa yang sesungguhnya, bukan sederet pekerjaan yang ditawarkan diluar rumah demi mengejar persamaan yang semu dengan kaum adam. Meskipun dalam kondisi tertentu kaum hawa diperbolehkan untuk bekerja diluar rumah, hal itu karena adanya pekerjaan yang sifatnya fardlu kifayah bagi wanita, yaitu bekerjaan yang dapat menjaga kemaslahatan umat yang tidak sempurna pengerjaannya kecuali dilakukan oleh kaum hawa, seperti profesi dokter kandungan, bidan atau perawat yang menangani pasien-pasien wanita.

Selain itu, peran kaum hawa pun menjadi lebih penting ketika ia menyandang predikat sebagai seorang ibu. Hal ini pun seharusnya telah dipersiapkan sejak jauh-jauh hari. Karena peran seorang ibu pencetak generasi tangguh merupakan amanah yang teramat mulia.Sehingga menjadi penghormatan yang begitu tinggi jika dikatakan surga berada dibawah telapak kaki ibu. Seperti diriwayatkan dalam sebuah kisah : Suatu ketika ada seseorang yang datang menghadap Rasulullah SAW meminta izin untuk ikut andil berjihad bersamaRasulullah SAW, maka beliau bertanya, “adakah engkau masih memiliki ibu?”. Orang itu menjawab, “Ya, masih” Kemudian beliau bersabda, “Bersungguh-sungguhlah dalam berbakti kepada ibumu. Karena sesungguhnya surga itu berada di bawah kedua kakinya”.

Begitu besar peran seorang ibu dalam mendidik anak-anaknya, maka tidak dapat dipungkiri bahwa ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya. Dengan fokus tinggal di rumah, seorang ibu dapat lebih optimal dalam mendidik anak-anak. Waktu luang pun lebih banyak dihabiskan bersama anak-anak. Disini bukan berarti sang ibu terkukung dan tidak memiliki kebebasan dalam mengapresiasikan diri. Tetapi justru hal inilah yang menjadi keistimewaan kaum hawa dan ini merupakan amanah yang diberikan langsung oleh Allah SWT,yang kelak akan diminta pertanggungjawaban di yaumil hisab.

Namun kini opini negatif sengaja dibelokkan para kaum kapitalis-sekuler guna membuat kaum hawa malu ketika dirinya hanya mengurusi anak-anak di rumah. Padahal menjadi ladang pahala yang luar biasa jika kaum hawa dapat optimal dalam menunaikan amanah sebagai ummu warabatul bait . Bahkan Allah menempatkan ibu pada derajat yang tinggi menyangkut pendidikan anak. Itulah mengapa tolak ukur seorang anak ditentukan dari pendidikan yang diberikan seorang ibu. Kini, dapat dilihat hasil pendidikan sistem kapitalis-sekuler yang membiarkan pendidikan anak terabaikan begitu saja. Seorang ibu yang lebih mengutamakan pekerjaan di luar rumah dan menyerahkan pendidikan anaknya pada sekolah yang belum jelas arah tujuannya, lingkungan masyarakat yang kental dengan kebebasan bahkan diserahkan pada pembantu yang tidak memiliki konsep pendidikan.

Pendidikan yang baik akan menghasilkan generasi yang baik pula. Oleh karena itu, selayaknya kaum hawa menyadari peran penting dalam kehidupannya demi tegaknya Daulah Islamiyah; sebagai seorang anak, istri dan ibu.
Dalam hadist dikatakan “Keridhaan Allah tergantung kepada keridhaan kedua orang tua dan murka Allah pun terletak pada murka kedua orang tua”. (HR. Al Hakim)

Dari Abdullah bin Umar ra dikatakan bahwa Rasulullah saw bersabda, “ seorang istri adalah pemimpin bagi rumah suami dananak-anaknya, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban tentang mereka..” (HR Bukhari Muslim)

0 comments:



Posting Komentar